Rabu, 04 Februari 2015

SISTEM PERTANIAN DAN PETERNAKAN TRADISONAL LAMAHOLOT BEBAS ZAT KIMIA



oleh: Alexander Sebastian Ola, bersama Tim*


   I. PENDAHULUAN
  

A. PERTANIAN TRADISIONAL LAMAHOLOT
           
     Tak dapat dipungkiri bahwa sebuah index kesejahteraan masyarakat adalah pada “Kedaulatan Pangan” “Kedaulatan Kesehatan” dan “Kedaulatan Pendidikan”. Kedaulatan Pangan yakni sebuah kekuatan pangan yang dihasilkan dari ladang-ladangnya sendiri. Sejak zaman dulu  masyarakat petani Adonara dan wilayah  Lamaholot secara umum melakukan  praktek system pertanian scara tradisional  dengan bibit pangan lokal. Pulau Adonara  dan wilayah Lamaholot pada umumnya memiliki lahan kering, maka para petani mengerjakan ladang-ladangnya  di atas lahan kering tersebut untuk keberlangsungan hidupnya. Sistem pertanian tradisional ini dilakukan sejak nenek moyamg dan diwarisi dari generasi ke generasi, dari zaman-ke zaman sampai sekarang, meskipun saat ini  sebagian mayarakat melakukan pergeseran system pengolahannya karna pengaruh zaman instan yang dipromosikan oleh dinas-dinas pertanian, dan pengalaman-pengalaman instan yang dibawa dari luar. Namun sebagian masyarakat masih tetap mempertahankan system pertanian tradisional yang bebas zat kimia yang beracun  dapat sungguh memengganggu kesehatan kehidupan manusia, makluk hidup lainnya dan alam.

Tradisi Buka Hutan:
Di Adonara dan wilayah Lamaholot disaat membuka hutan pertama  untuk kebun/ladang, biasanya para petani melakukan upacara (ritus) tradisional di lokasi hutan itu yakni memotong 1 ekor ayam jantan atau babi dan memberi makan pada penjaga hutan. Tujuan upaca ini adalah meminta ijin kepada penjaga hutan dan alam bahwa lahan ini mau dibuka untuk kebun sebagai keberlangsungan kehidupan manusia. Maka selama pengolahan lahan ini menjadi kebun/ladang tidak boleh terjadi halangan dalam proses pengerjaan  kebun sampai panen.

 Zaman dulu masyarakat Pulau Adonara dan atau Lamaholot pada umumnya membuka hutan  memakai alat sederhana yakni kapak dan parang. Untuk pohon yang kecil  dan rendah dapat ditebang, namun untuk pohon yang besar mereka memanjat dan potong  dahan bagian atas istilah lokalnya  adalah (Lotok):  yakni pohon yang hanya dipotong pada bagian cabang-cabang saja, tidak langsung ditebang pada pangkalnya,  agar pada tahun berikutnya pohon itu bisa tumbuh lagi. Daun bersama ranting dan batang pohon tersebut dan juga rumput dibentangkan  secara merata pada areal ladang. Biasanya pada bulan februari masyarakat membuka areal hutan yang kemudian dijadikan kebun, dengan perhitungan masih turun hujan, meskipun sudah mulai berkurang. Selang beberapa minggu bisa lansung ditanami Jagung lokal.  Jagung ditanam diselah-selah daun yang telah disusun atau dibentang itu.  Biasanya hasil panen pada  musim ini tidak banyak, karena musim hujan juga sudah mulai kurang.  Namun tujuannya  adalah membenamkan daun-daun dan atau batang kayu,  rumput-rumputan yang disemba juga turut dibenamkan bersama daun-daun.  Setelah panen jagung pada musim ini, para petani mulai mencabut batang-batang jagung  dan menyusunnya diatas daun-daun yang  sudah diendapkan/dibentangkan itu.  Daun/batang kayu dan batang jagung  tersebut dibiarkan mengendap di tanah  sampai menjelang musim hujan berikutnya, agar daun dan batang tersebut bisa hancur dan lapuk pada tanah. Meskipun telah diendapakan dalam waktu beberapa bulan, namun saat masuk musim hujan berikutnya daun dan batang kayu tersebut belum semuanya hancur/lapuk, maka petani membakar yang belum hancur/lapuk itu. Kemudian ladang ditanami padi lokal, jagung lokal dan umbi-umbian (ubi kayu/singkong, dan berbagai ubi lokal lainnya). Biasanya diselah-selah jagung ditanami kacang tanah, atau kacang hijau, atau kacang merah/kacang putih atau jenis kacang lokal lainya. Ada juga  yang membuat areal khusus kacang-kacangan, maka tidak masuk pada selah jagung.  Biasanya padi ditanam hanya sekali saja. Pada tahun berikutnya selanjtnya  kebun tersebut dikelola khusus untuk tanam jagung, pisang, umbi-umbian, kacang-kacangan, selama 5- 7 tahun kedepan, ada juga lebih dari 7  tahun tergantung kondisi tanah atau alas an lainnya. Biasa setelah 5-7 tahun pengolahan kebun, lahan tersebut dibiarkan tumbuh menjadi hutan kembali, pada beberapa tahun kemudian dibuka lagi. Biasanya patani memiliki lebih dari 1 (satu)  kebun, maka lepas yang satu pindah ke lainnya, begitu terus bergantian.

Nilai Lokal/Pengetahuan Lokal:

1.  Dalam Proses buka hutan sampai penanaman dan panen tidak terkontaminasi oleh zat kimia apapun (baik bibit maupun tanah).
2.  Proses pengendapan daun-daun dan rerumputan serta pelapukan cabang kayu tersebut akan membuat tanah menjadi subur secara alami.
3.   Proses pengolahan tanah tanpa zat kimia dan penghancuran daun dan rumput secara alami  akan membuat cacing tanah dan sebangsanya akan hidup dan berkembang biak lebih banyak dan leluasa. Keuntungannya lender-lendir cacing tanah dalam proses penggemburan tanah juga membuat tanah lembek dan subur secara alami. Proses simbiosis mutualisme sedang terjadi dalam proses ini.

           Panen dan Nilai Lokal/pengetahuan lokal:
1.  Saat panen Padi dan jagung biasanya tuan kebun melakukan ritus  sesajen di tengah kebun yang tidak dilihat oleh banyak orang. Ritus ini diyakini bahwa selama bekerja kebun ada penghuni kebun  yang dikerjakan juga sedang mebantu menjaga tanaman dan member rejeki hasil panen yang baik, maka perlu member ucapan terimaksi, dan syukur agar dalam proses petik tidak terjadi hambatan dan atau penyusutan hasil panen. Tidak jarang terjadi meskipun kelihatan tanaman banyak buahnya tapi jika ada kesalahan dalam proses ini, maka hasilnya akan terus menyusut dan berkurang pada saat itu atau pada akhir panen.
2.  Padi, Jagung dan kacang-kacangan di panen kemudian  di jemur sekadarnya dipastikan tidak ada kelembaban lagi pada hasil panen tersebut, maka  sebagian di simpan di pondok atau rumah untuk dimakan beberapa bulan,  sedangkan sebagian lagi disimpan pada sebuah lumbung khusus pangan sebagai persediaan pangan sampai musim petik berikutnya. Sedangkan sebagian lagi disimpan sebagai bibit untuk ditanam pada musim tanam berikutnya. Yang disimpan untuk bibit biasanya diseleksi dulu lalu disimpan, tapi juga kadang pada saat musim tanam berikutnya lalu diseleksi dan ditanam.
3.  Kacang-Kacang, terutama kacang merah,  putih dan kacang hijau, dalam proses penyimpanan agar tidak hancur atau kurang dirusakan oleh hama, maka beberapa jenis daun lokal dihancurkan dan dicampurkan pada kacang itu. Namun jika campuran daun tidak tepat, maka terkadang juga rusak namun tidak banyak yang rusak. Jenis kacang- kacang ini biasanya digunakan untuk campur jagung yang telah diolah dan dimasak dan dimakan, rasanya gurih.
4.  Kacang tanah: biasanya digoreng campur jagung titi dan dimakan sebagai snack berat. Jagung titi atau istilah lokalnya: wata kena’e adalah cara pengolahannya biji jagung digoreng tanpa minyak/disangrai dalam wadah ditungku api, diambil per biji atau 2 biji dan dipipihkan diatas batu, hasilnya pipih seperti hosti kecil. Kacang tanah selain dimakan tapi juga di jual.
5.  Ubi kayu/singkong:  selain direbus makan oleh manusia, namun lebih banyak dipakai untuk pakan ternak babi lokal.  Selain itu dapat di kupas dan dikeringkan untuk gaplek. Hasil  Gaplek ini  dapat juga digunakan untuk buat putuh (putuh istilah lokal), dan dimakan oleh manusia sebagai snack berat. Pada musim-musim tertentu orang-orang dari Buton biasa datang dengan perahu layar untuk membeli gaplek terutama di wilayah kampong Honihama, Oring Bele Gunung,  Lambayung dan Deri.
6.  Buah Pisang: Buah pisang  biasanya dibiarkan tua dan matang dipohon lalu dipotong.  jika ada kebutuhan yang direncanakan maka buah pisang yang sudah tua diambil dan dibungkus dengan daun-daun lokal, dalam waktu 2 tau 3 hari sudah matang sempurna.
7.   Batang Pisang: batang pisang biasanya digunakan untuk pakan babi lokal, tidak direbus langsung dicincang dan beri makan pada ternak babi.

Kebun yang ditanami padi  setelah  padi dipetik, pada tahun berikutnya kebun itu  dikelolah terus untuk tanam jagung, ubi kayu, kacang-kacangan, jewaut,  besi  (besi - istilah lokal untuk sebuah jenis labu lokal) dan berbagai  jenis umbi-umbian. Kebun itu bisa dikelolah bertahun-tahun, dan ditanami pangan hanya pada musim hujan saja. Karena wilayah ini hanya tergantung pada curah hujan yang rendah, maka pada musim kemarau tidak dtanami apa-apa.           Jika sudah dikelolah 5 -7 tahun berturut-turut, maka  biasanya pada tahun  ke 7 tidak dikelola lagi. Tetapi para petani menanam turi dan berbagai  pohon lain yang dianggap dapat menyuburkan tanah dan  tumbuh secara bebas selama   5 tahun  atau lebih,  kemudian dibuka lagi untuk kebun/ladang lagi.


Nilai Lokal/Pengetahuan Lokal.

1.   Proses pembiaran ladang ditumbuhi oleh turi dan berbagai pohon lain serta rumput-rumput yang membentuk hutan selama 5 tahun kemudian atau lebih tersebut adalah untuk memberi waktu terjadinya proses penghancuran dan pelapukan pada daun dan kayu secara alami dan membuat tanah subur kembali  secara alami.

2.    Lahan dibiarkan ditumbuhi oleh rumput dan pohon-pohon yang ditanam tersebut untuk kurun waktu 5-7 tahun adalah memberi ruang dan waktu secara alami pada alam untuk memulihkan diri dan melakukan pembaruan lingkungan bersama tanah. Kemudian dibuka lagi  dikelola untuk kebun lagi. Hutan istilah lokalnya: Nureh-newah.

3.   Dalam kurun waktu 5-7 tahun hutan dibiarkan tumbuh, agar cacing tanah dan berbagai binatang tanah lainnya hidup bebas sekaligus membantu menyuburkan tanah dengan lender-lendirnya lebih lama.

4.   Selama hutan dibiarkan tumbuh masyarakat atau pemilik lahan selalu menjaga agar tidak dibakar secara bebas oleh siapun. Masyarakat selalu memiliki kepakaan kuat dalam memelihara hutan tersebut, seolah-olah sedang adanya persahabatan yang kuat dengan alam.



B.  TERNAK TRADISIONAL ADONARA/LAMAHOLOT


  Di Pulau Adonara  dan Wilayah Lamaholot sejak zaman dulu memiliki kebiasaan beternak secara tradisional  seperti  Babi Kampung/Lokal, Kambing lokal; dan Ayam Kampung. Babi, Kambing, dan Ayam kampong/lokal di paulau ini selain sebagai persediaan daging, tapi juga memiliki nilai social yang tinggi dalam masyarakat adat Adonara dan wilayah Lamaholot.



    BABI: 
    Babi yang biasa dipeliara di Adonara pada zaman dulu adalah babi kampong/lokal. Kandang dibuat dari kayu. Pakan: Ubi/Singkong mentah, umbi ubi kayu/singkong di kupas dan dicincang dan langsung diberi makan pada babi. Batang pisang dicincang langsung diberi makan. Pada musim hujan ada rumput-rumput tertentu yang oleh masyarakat  dicabut dan langsung diberi makan pada babi. Semua pakan tidak direbus. Di Adonara bagian barat ada pakan tambahan seperti daun, batang dan umbi keladi (talas) bisa diambil sebagai pakan babi. Dan juga umbi bunga raflesia dapat diambil dan diberi makan pada babi. Namun umbi raflesia ini mesti direbus, sekadar mematikan sifat gatalnya.

Nilai Social dan Pengetahuan Lokal:
1.  Daging babi kampung tersebut biasanya padat, guri dan enak, karena pakannya kebanyakan dari bahan-bahan mentah lokal dari kebun dan tidak tercampur dengan zat kimia apapun.
2.   Cara memilihara babi demikian dilakukan selama turun- temurun dari generasi ke generasi.
3.    Pengolahan daging juga sangat sederhana hanya direbus dengan air, dan diberi rempah-rempah lokal saja seperti (daun sereh, daun jeruk, dan garam secukupnya). Tidak ada rempah-rempah modern. Namun citarasa dagingnya sangat enak dan guri dibandingkan dengan daging babi lainya yang dipelihara dengan pakan buatan dan babi-babi sumbangan dari pemerintah atau babi peranakan.
4.   Saat potong babi kampung/lokal tersebut, selain daging direbus makan, biasanya sekitar 7-10 potong daging yang masih mentah diambil dan dioleskan dengan garam tinggi, lalu dimasukan dalam bambu yang ukuran 1 ruas dan disimpan selama beberapa bulan kemudian. Biasanya selama beberapa bulan itu kondisi daging dalam bambu tersebut hanya mengering, jika ada yang hancurpun juga tidak banyak. Dan daging tersebut diambil dan dimasak campur daun papaya direbus dengan sdikit air saja. Dan dimakan di kebun-kebun atau di rumah, citarasanya sangat khas dan tidak mengandung unsure penyakit.
5.  Cara hidup, proses bunting, dan beranak juga sangan alami. Tidak tergantung pada kemampuan  teknologi yang cangi.
6.   Babi tersebut biasanya dipelihara sampai besar ukuran 4-6 orang pikul, akan memiliki nilai social dan gengsi, yang tinggi, karena babi-babi besar tersebut dapat dugunakan untuk urusan-urusan adat perkawinan, dan urusan-urusan soasial lainya, dan pesta-pesta lainnya. Semakin besar babi, semakin besar nilai sosialnya.
7.   Harga babi yang besar mencapai 4-5 juta (permintaan/kebutuhan babi di pulau ini sangat tinggi).
8.    Anakan babi juga cukup mahal, anakan babi yang umurnya 3 bulan dapat dijual dengan harga 350-400 ribu rupiah.

       Kambing: 
     Jenis kambing yang biasa dipelihara oleh Masyarakat Adonara adalah kambing lokal. Cara memelihara: Mengikat kambing di bawah pohon besar, atau membuat kandang dari pelepa lontar. Pakan: para petani memotong berbagai jenis daun dari pohon lokal dan memberi makan. Daun-daun lokal tersebut dengan istilah lokal (Teluma, Ramah, Kerewak, bao dll). Di wilayah pegunungan kambing jarang minum air, karena selalu kekurangan air.  Saat musim hujan selalu dibuat sebuah pondok khusus kambing, agar mereka terlindung dari hujan. Tapi kalau musim kemarau biasaya dibawa pohon sudah cukup terlindung.  Jika rumput disekitar terlihat bagus dan dapat dimakan oleh kambing, maka kadang kambing tersebut diikat di rumput-rumput tersebut. Tapi tidak semua kambing diperlakukan begitu, jika kambing yang jantan besar akan diperlakukan secara khusus selalu mendapat perhatian lebih, karena memiliki nilai social yang tinggi, sekaligus harga juga mahal.

Nilai Sosial dan Pengetahuan Lokal:
1.  Daging kambing Lokal sangat padat.
2.  Karena pakannya selalu daun-daun mentah, maka sangat berpengaruh pada dagingnya juga bagus, padat dan gurih.
3.  Produksi kambing di pulau ini selain untuk daging tapi memiliki nilai social yang sangat tinggi. Kambing Jantan yang besar selalu dipelihara sampai tanduknya tumbuh panjang dan besar. Semakin Panjang tanduknya harga semakin mahal, dan memiliki gengsi social lebih tinggi.
4. Kambing Jantan besar dengan tanduknya yang panjang biasanya digunakan untuk urusan-urusan adat perkawinan, karena kambing jantan dengan tanduk panjang selalu padanan dengan gading dalam urusan-urusan adat perkawinan, dan untuk urusan-urusan social lainya.
5. Pemeliharaan kambing di Pulau Adonara menjadi sebuah hal yang unik, karena dalam proses pemeliharaan tidak hanya membesarkan tubuhnya, namun berjuang membuat tanduk semakin panjang. Karena semakin panjang tanduknya dan tubuhnya besar, maka nilai social semakin bermartabat dalam pandangan adat setempat.
6. Di pulau Adonara, seekor kambing meskipun besar tubuhnya, namun jika tanduknya pendek atau kecil, maka nilai sosialnya rendah. Ini sebuah keunikan di pulau adonara. Karena kambing besar dengan tanduk besar padanan dengan gading besar yang pakai untuk mas kawin. Di Adonara dan wilayah lamaholot mas kawinya adalah gading gajah, padahal masyarakat tidak pernah memelihara gajah, tradisi ini sebuah keunikan yang tak terbantakan di dunia.

      Ayam:
     Ayam kampung di wilayah ini juga mendapat perhatian sejak zaman dulu. Cara memelihara ayam kampong juga tradsional: biasanya di Pondok di kebun selain digunakan untuk tempat berteduh para petani, tapi juga digunakan untuk memelihara ayam kampong. Ayam dilepas begtu saja, tapi pagi dan sore diberi makan agar tidak terlalu liar. Pakan: biasanya jagung yang buahnya kecil disimpan secara khusus untuk memberi makan pada ayam.  Biji Jagung dilepaskan dari tongkolnya dan dihamburkan pada halaman pondok agar dimakan ayam. Jika ayam yang baru menetas maka jagung tersebut dititi (dihancurkan dengan batu)  sampai pecah kecil-kecil dan memberi makan pada anak ayam. Ketika pagi sudah diberi makan lalu ayam-ayam tersebut mencari pakan tambahan dalam kebun dengan mencakar tanah atau pada batang-batang kayu yang sudah lapuk biasya banyak binatang kecil dapt menjadi mangsanya, dan atau sisa pakan lain pada tanah dan kayu. Ayam yang baru menetas ini pada  sore hari dimasukan dalam sebuah wadah (stilah lokal sodon atau kubu), dan pagi hari dikeluarkan diberi makan dan dilepas. Biasaya dipondok itu ada pohon yang disiapkan untuk ayam bertengger pada malam hari. Biasanya disiapkan wadah (istilah lokalnya: kawak) sebagai tempat bertelurnya, mengeram dan menetas secara alami. Selain memelihara ayam kampong di kebun, namun ada juga memelihara di kampung, caranya sama.

Nilai social dan Pengetahuan Lokal:
1.  Daging ayam kampong sangat padat dan enak dibandingkan dengan ayam potong. Karena pakannya adalah bahan-bahan keras dan mentah yang tidak terkontaminasi  oleh zat kimia apapun.                            
2.  Cara hidup ayam-ayam ini sangat alami, proses bertelur, mengeram, menetas dan cara hidupnya sangat alami. Tidak tergantung pada kemampuan teknologi canggih untuk membantu menetas, dan menghidupan dirinya.
3.  Nilai protein pada telur ayam kampong jauh lebih tinggi daripada telur ayam-ayam lainnya.
4.   Seorang tamu yang datang dan dihidangkan daging ayam kampong terasa memiliki nilai social yang tinggi, dan sangat menghormati tamu tersebut, meskipun nilai kambing dan babi jauh lebih tinggi, tapi karena ayam jauh lebih praktis untuk menjamu pada seorang tamu.  Cara masakpun sederhana cukup direbus, di bakar, dan digoreng. Kadang daging ayam dicampur dengan rempah-rempah lokal dan masukan dalam bambu yang baru dipotong (kulit bambu yang masih hijau) dan dipanggang pada api. Maka proses masak dan panggangnya tidak bersentuhan dengan api. Rasanya sangat guri dan lezat.


II.  MASALAH

Sistem pertanian dan ternak secara tradisional dirasakan sangat bagus dan alami, namun saat ini mulai mengalami penurunan, karena banyak  cara pertanian dan peternakan yang digulirkan oleh pemerintah yang selalu menambah problem pada petani dan peternak, karena hasil produksi baik di pertanian maupun perternakan selalu mengandung zat-zat kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan merugikan masyarakat. Banyak bibit pertanian dan peternakan yang tidak tahan lama, dan mengandung zat kimia, terutama pada pengolahan tanah dengan racun-racun rumput seperti gramason dan roundup sungguh sangat member racun yang berbahaya dan merusakan tanah dan tanah menjadi kurus dan keras.  Ayam potong, Ayam ras dan  babi yang dikirim dari dari luar cukup bermasalah pada dagingnya dan pakannya, citaranyapun sangat tidak bagus. Tak dapat dipungkiri kandungan zat kimia dalam dagingnya dapat merugikan kesehatan tubuh manusia.

III.   TUJUAN

Tujuan Kegiatan Sistem Petanian dan Peternakan Tradisonal ini adalah:
  1. Menginditifikasi kembali nilai kearifan lokal yang mulai terasa pudar
  2. Mempertahankan nilai dan atau kearifan lokal yang telah lama dipraktekan oleh  masyarakat sejak nenek -moyang dalam pertanian dan peternakan. Mungkin dapat dimodifikasi adalah pada ruang dan tempatnya, tapi pola dan unsurenya mesti aseli.
  3. Mengembalikan Nilai dan atau kearifan lokal yang mulai terasa pudar, meskipun masih tampak dikerjakan oleh sebagian masyarakat.
  4. Memberi pemahaman pada pemerintah, dan masyarakat public bahwa system pertanian dan peternakan yang bebas dari unsure-unsure kimia adalah merupakan sebuah bentuk kearifan lokal yang mesti dijaga, maka jagan dirusakan dengan program-program pemerintah di bidang pertanian dan pertenakan yang selalu dibarengai dengan unsure-unsure kimia yang berbahaya bagi kesehatan
  5. Mengembalikan dan bebaskan tanah dari perusakan akibat racun dan berbagai zat kimia yang dibeli dari took pertanian, supalai dari  pemerintah, dll.
  6. Memelihara dan merawat tanah, karena tanah adalah rahim bumi yang mesti tidak boleh diracuni, agar rahim itu dapat memelihara bibit yang ditanam dan memberi hasil yang baik dan berguna bagi manusia, untuk kesehatan bagi manusia yang mengkonsumsinya. Karena salah satu index kesejahteraan masyarakat juga adalah kesehatan
  7.  Melakukan berbagai kegiatan dan konsolidasi antara masyarakat dan pemerintah agar kemudian bisa mendapat kebijakan public kuat dari pengambil keputusan untuk mempertahankan system pertanian dan peternakan yang bebas zat kimia ini.
  8. Kedepan dapat dibuat sebuah lokasi petanian dan pertenakan secara terpadu agar mejadi sebuah laboratorium pembelajaran bagi masyarakat umum, pemerintah, dan para peneliti, dan para pihak, untuk pengembangan pertanian dan peternakan
  9. Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga keagamaan untuk mengkampanyekan system pertanian dan peternakan tradisional ini.

    VIII. PENUTUP
Semoga mendapat perhatian yang serius   dari pemerintah  dan semua saja yang berkendak baik untuk membangun kesejahteraan masyarakat melalui pertanian dan peternakan ra tradisional ini. Negara Indonesia adalah Negara agraris, maka perhatian kita pada bidang pertanian dan pertenakan merupakan sebuah kewajiban setiap anak bangsa, demi kemartabatan segenap masyarakat dan bangsa.  Apabila pemerintah dan masyarakat gagal menghadirkan kedaulatan pangan di negeri burung garuda yang adalah agraris ini, dan sekaligus masih doyan mengimpor bahan pangan dari luar negeri adalah sebuah pelecehan terbesar bagi martabat para petani Indonesia. Pro Bono Publiccum.


TanahLamaholot, Januari 2014
Tim:
 A.Sebastian Ola,
       Servas Suban Ladoangin,
      Pater Y.M. Berchemanz,CSsR.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar