oleh: Alexander Sebastian Ola, bersama Tim*
I. PENDAHULUAN
A. PERTANIAN TRADISIONAL LAMAHOLOT
Tak dapat dipungkiri bahwa
sebuah index kesejahteraan masyarakat adalah pada “Kedaulatan Pangan” “Kedaulatan Kesehatan” dan “Kedaulatan Pendidikan”. Kedaulatan Pangan yakni sebuah kekuatan pangan
yang dihasilkan dari ladang-ladangnya sendiri. Sejak zaman dulu masyarakat petani Adonara dan wilayah Lamaholot secara umum melakukan praktek system pertanian scara
tradisional dengan bibit pangan lokal.
Pulau Adonara dan wilayah Lamaholot pada
umumnya memiliki lahan kering, maka para petani mengerjakan
ladang-ladangnya di atas lahan kering
tersebut untuk keberlangsungan hidupnya. Sistem pertanian tradisional ini
dilakukan sejak nenek moyamg dan diwarisi dari generasi ke generasi, dari
zaman-ke zaman sampai sekarang, meskipun saat ini sebagian mayarakat melakukan pergeseran
system pengolahannya karna pengaruh zaman instan yang dipromosikan oleh dinas-dinas
pertanian, dan pengalaman-pengalaman instan yang dibawa dari luar. Namun
sebagian masyarakat masih tetap mempertahankan system pertanian tradisional yang
bebas zat kimia yang beracun dapat
sungguh memengganggu kesehatan kehidupan manusia,
makluk hidup lainnya dan alam.
Tradisi Buka Hutan:
Di Adonara dan wilayah Lamaholot disaat membuka hutan pertama untuk kebun/ladang, biasanya para petani
melakukan upacara (ritus) tradisional
di lokasi hutan itu yakni memotong 1 ekor ayam jantan atau babi dan memberi
makan pada penjaga hutan. Tujuan upaca ini adalah meminta ijin kepada penjaga
hutan dan alam bahwa lahan ini mau dibuka untuk kebun sebagai keberlangsungan
kehidupan manusia. Maka selama pengolahan lahan ini menjadi kebun/ladang tidak
boleh terjadi halangan dalam proses pengerjaan kebun sampai panen.
Zaman dulu masyarakat Pulau
Adonara dan atau Lamaholot pada umumnya membuka hutan memakai alat sederhana yakni kapak dan
parang. Untuk pohon yang kecil dan
rendah dapat ditebang, namun untuk pohon yang besar mereka memanjat dan
potong dahan bagian atas istilah
lokalnya adalah (Lotok): yakni pohon yang
hanya dipotong pada bagian cabang-cabang saja, tidak langsung ditebang pada
pangkalnya, agar pada tahun berikutnya
pohon itu bisa tumbuh lagi. Daun bersama ranting dan batang pohon tersebut dan
juga rumput dibentangkan secara merata
pada areal ladang. Biasanya pada bulan februari masyarakat membuka areal hutan
yang kemudian dijadikan kebun, dengan perhitungan masih turun hujan, meskipun
sudah mulai berkurang. Selang beberapa minggu bisa lansung ditanami Jagung lokal. Jagung ditanam diselah-selah daun yang telah
disusun atau dibentang itu. Biasanya
hasil panen pada musim ini tidak banyak,
karena musim hujan juga sudah mulai kurang. Namun tujuannya adalah membenamkan daun-daun dan atau batang
kayu, rumput-rumputan yang disemba juga
turut dibenamkan bersama daun-daun. Setelah
panen jagung pada musim ini, para petani mulai mencabut batang-batang
jagung dan menyusunnya diatas daun-daun
yang sudah diendapkan/dibentangkan itu. Daun/batang kayu dan batang jagung tersebut dibiarkan mengendap di tanah sampai menjelang musim hujan berikutnya, agar
daun dan batang tersebut bisa hancur dan lapuk pada tanah. Meskipun telah
diendapakan dalam waktu beberapa bulan, namun saat masuk musim hujan berikutnya
daun dan batang kayu tersebut belum semuanya hancur/lapuk, maka petani membakar
yang belum hancur/lapuk itu. Kemudian ladang ditanami padi lokal, jagung lokal
dan umbi-umbian (ubi kayu/singkong, dan
berbagai ubi lokal lainnya). Biasanya diselah-selah jagung ditanami kacang
tanah, atau kacang hijau, atau kacang merah/kacang putih atau jenis kacang
lokal lainya. Ada juga yang membuat
areal khusus kacang-kacangan, maka tidak masuk pada selah jagung. Biasanya padi ditanam hanya sekali saja. Pada
tahun berikutnya selanjtnya kebun
tersebut dikelola khusus untuk tanam jagung, pisang, umbi-umbian,
kacang-kacangan, selama 5- 7 tahun kedepan, ada juga lebih dari 7 tahun tergantung kondisi tanah atau alas an
lainnya. Biasa setelah 5-7 tahun pengolahan kebun, lahan tersebut dibiarkan
tumbuh menjadi hutan kembali, pada beberapa tahun kemudian dibuka lagi.
Biasanya patani memiliki lebih dari 1 (satu)
kebun, maka lepas yang satu pindah ke lainnya, begitu terus bergantian.
Nilai Lokal/Pengetahuan Lokal:
1. Dalam Proses buka hutan
sampai penanaman dan panen tidak terkontaminasi oleh zat kimia apapun (baik
bibit maupun tanah).
2. Proses pengendapan daun-daun
dan rerumputan serta pelapukan cabang kayu tersebut akan membuat tanah menjadi
subur secara alami.
3. Proses pengolahan tanah
tanpa zat kimia dan penghancuran daun dan rumput secara alami akan membuat cacing tanah dan sebangsanya
akan hidup dan berkembang biak lebih banyak dan leluasa. Keuntungannya lender-lendir
cacing tanah dalam proses penggemburan tanah juga membuat tanah lembek dan
subur secara alami. Proses simbiosis mutualisme sedang terjadi dalam proses
ini.
Panen dan Nilai Lokal/pengetahuan
lokal:
1. Saat panen Padi dan jagung
biasanya tuan kebun melakukan ritus
sesajen di tengah kebun yang tidak dilihat oleh banyak orang. Ritus ini
diyakini bahwa selama bekerja kebun ada penghuni kebun yang dikerjakan juga sedang mebantu menjaga
tanaman dan member rejeki hasil panen yang baik, maka perlu member ucapan
terimaksi, dan syukur agar dalam proses petik tidak terjadi hambatan dan atau
penyusutan hasil panen. Tidak jarang terjadi meskipun kelihatan tanaman banyak
buahnya tapi jika ada kesalahan dalam proses ini, maka hasilnya akan terus
menyusut dan berkurang pada saat itu atau pada akhir panen.
2. Padi, Jagung dan kacang-kacangan di panen kemudian di jemur sekadarnya dipastikan tidak ada
kelembaban lagi pada hasil panen tersebut, maka sebagian di simpan di pondok atau rumah untuk
dimakan beberapa bulan, sedangkan
sebagian lagi disimpan pada sebuah lumbung khusus pangan sebagai persediaan
pangan sampai musim petik berikutnya. Sedangkan sebagian lagi disimpan sebagai
bibit untuk ditanam pada musim tanam berikutnya. Yang disimpan untuk bibit
biasanya diseleksi dulu lalu disimpan, tapi juga kadang pada saat musim tanam
berikutnya lalu diseleksi dan ditanam.
3. Kacang-Kacang, terutama kacang merah, putih dan kacang hijau, dalam proses
penyimpanan agar tidak hancur atau kurang dirusakan oleh hama, maka beberapa
jenis daun lokal dihancurkan dan dicampurkan pada kacang itu. Namun jika
campuran daun tidak tepat, maka terkadang juga rusak namun tidak banyak yang
rusak. Jenis kacang- kacang ini biasanya digunakan untuk campur jagung yang
telah diolah dan dimasak dan dimakan, rasanya gurih.
4. Kacang tanah: biasanya digoreng campur jagung titi dan dimakan
sebagai snack berat. Jagung titi atau istilah lokalnya: wata kena’e adalah cara pengolahannya biji jagung digoreng tanpa
minyak/disangrai dalam wadah ditungku api, diambil per biji atau 2 biji dan
dipipihkan diatas batu, hasilnya pipih seperti hosti kecil. Kacang tanah selain
dimakan tapi juga di jual.
5. Ubi kayu/singkong: selain direbus makan oleh manusia, namun lebih
banyak dipakai untuk pakan ternak babi lokal. Selain itu dapat di kupas dan dikeringkan
untuk gaplek. Hasil Gaplek ini dapat juga digunakan untuk buat putuh (putuh istilah lokal), dan dimakan oleh manusia sebagai snack berat.
Pada musim-musim tertentu orang-orang dari Buton biasa datang dengan perahu
layar untuk membeli gaplek terutama di wilayah kampong Honihama, Oring Bele
Gunung, Lambayung dan Deri.
6. Buah Pisang: Buah pisang biasanya dibiarkan tua dan matang dipohon lalu
dipotong. jika ada kebutuhan yang
direncanakan maka buah pisang yang sudah tua diambil dan dibungkus dengan
daun-daun lokal, dalam waktu 2 tau 3 hari sudah matang sempurna.
7. Batang Pisang: batang pisang biasanya digunakan untuk pakan babi
lokal, tidak direbus langsung dicincang dan beri makan pada ternak babi.
Kebun yang ditanami
padi setelah padi dipetik, pada tahun berikutnya kebun itu dikelolah terus untuk tanam jagung, ubi kayu,
kacang-kacangan, jewaut, besi (besi -
istilah lokal untuk sebuah jenis labu lokal) dan berbagai jenis umbi-umbian. Kebun itu bisa dikelolah
bertahun-tahun, dan ditanami pangan hanya pada musim hujan saja. Karena wilayah
ini hanya tergantung pada curah hujan yang rendah, maka pada musim kemarau
tidak dtanami apa-apa. Jika sudah dikelolah 5 -7 tahun
berturut-turut, maka biasanya pada
tahun ke 7 tidak dikelola lagi. Tetapi
para petani menanam turi dan berbagai
pohon lain yang dianggap dapat menyuburkan tanah dan tumbuh secara bebas selama 5 tahun
atau lebih, kemudian dibuka lagi
untuk kebun/ladang lagi.
Nilai Lokal/Pengetahuan
Lokal.
1. Proses pembiaran ladang
ditumbuhi oleh turi dan berbagai pohon lain serta rumput-rumput yang membentuk
hutan selama 5 tahun kemudian atau lebih tersebut adalah untuk memberi waktu
terjadinya proses penghancuran dan pelapukan pada daun dan kayu secara alami
dan membuat tanah subur kembali secara
alami.
2. Lahan dibiarkan ditumbuhi oleh rumput dan pohon-pohon yang
ditanam tersebut untuk kurun waktu 5-7 tahun adalah memberi ruang dan waktu
secara alami pada alam untuk memulihkan diri dan melakukan pembaruan lingkungan
bersama tanah. Kemudian dibuka lagi
dikelola untuk kebun lagi. Hutan istilah lokalnya: Nureh-newah.
3. Dalam kurun waktu 5-7
tahun hutan dibiarkan tumbuh, agar cacing tanah dan berbagai binatang tanah
lainnya hidup bebas sekaligus membantu menyuburkan tanah dengan
lender-lendirnya lebih lama.
4. Selama hutan dibiarkan
tumbuh masyarakat atau pemilik lahan selalu menjaga agar tidak dibakar secara
bebas oleh siapun. Masyarakat selalu memiliki kepakaan kuat dalam memelihara
hutan tersebut, seolah-olah sedang adanya persahabatan yang kuat dengan alam.
B. TERNAK TRADISIONAL ADONARA/LAMAHOLOT
Di Pulau Adonara dan
Wilayah Lamaholot sejak zaman dulu memiliki kebiasaan beternak secara
tradisional seperti Babi
Kampung/Lokal, Kambing lokal; dan Ayam Kampung. Babi, Kambing, dan Ayam
kampong/lokal di paulau ini selain sebagai persediaan daging, tapi juga memiliki
nilai social yang tinggi dalam masyarakat adat Adonara dan wilayah Lamaholot.
BABI:
Babi yang biasa dipeliara di Adonara pada zaman dulu adalah
babi kampong/lokal. Kandang dibuat dari kayu. Pakan: Ubi/Singkong mentah, umbi
ubi kayu/singkong di kupas dan dicincang dan langsung diberi makan pada babi.
Batang pisang dicincang langsung diberi makan. Pada musim hujan ada rumput-rumput
tertentu yang oleh masyarakat dicabut
dan langsung diberi makan pada babi. Semua pakan tidak direbus. Di Adonara
bagian barat ada pakan tambahan seperti daun, batang dan umbi keladi (talas)
bisa diambil sebagai pakan babi. Dan juga umbi bunga raflesia dapat diambil dan
diberi makan pada babi. Namun umbi raflesia ini mesti direbus, sekadar
mematikan sifat gatalnya.
Nilai Social dan Pengetahuan Lokal:
1. Daging babi kampung
tersebut biasanya padat, guri dan enak, karena pakannya kebanyakan dari
bahan-bahan mentah lokal dari kebun dan tidak tercampur dengan zat kimia
apapun.
2. Cara memilihara babi
demikian dilakukan selama turun- temurun dari generasi ke generasi.
3. Pengolahan daging juga
sangat sederhana hanya direbus dengan air, dan diberi rempah-rempah lokal saja
seperti (daun sereh, daun jeruk, dan
garam secukupnya). Tidak ada rempah-rempah modern. Namun citarasa dagingnya
sangat enak dan guri dibandingkan dengan daging babi lainya yang dipelihara
dengan pakan buatan dan babi-babi sumbangan dari pemerintah atau babi
peranakan.
4. Saat potong babi
kampung/lokal tersebut, selain daging direbus makan, biasanya sekitar 7-10
potong daging yang masih mentah diambil dan dioleskan dengan garam tinggi, lalu
dimasukan dalam bambu yang ukuran 1 ruas dan disimpan selama beberapa bulan
kemudian. Biasanya selama beberapa bulan itu kondisi daging dalam bambu
tersebut hanya mengering, jika ada yang hancurpun juga tidak banyak. Dan daging
tersebut diambil dan dimasak campur daun papaya direbus dengan sdikit air saja.
Dan dimakan di kebun-kebun atau di rumah, citarasanya sangat khas dan tidak
mengandung unsure penyakit.
5. Cara hidup, proses
bunting, dan beranak juga sangan alami. Tidak tergantung pada kemampuan teknologi yang cangi.
6. Babi tersebut biasanya
dipelihara sampai besar ukuran 4-6 orang pikul, akan memiliki nilai social dan
gengsi, yang tinggi, karena babi-babi besar tersebut dapat dugunakan untuk
urusan-urusan adat perkawinan, dan urusan-urusan soasial lainya, dan
pesta-pesta lainnya. Semakin besar babi, semakin besar nilai sosialnya.
7. Harga babi yang besar
mencapai 4-5 juta (permintaan/kebutuhan babi di pulau ini sangat tinggi).
8. Anakan babi juga cukup
mahal, anakan babi yang umurnya 3 bulan dapat dijual dengan harga 350-400 ribu
rupiah.
Kambing:
Jenis kambing yang biasa dipelihara oleh Masyarakat Adonara
adalah kambing lokal. Cara memelihara: Mengikat kambing di bawah pohon besar,
atau membuat kandang dari pelepa lontar. Pakan: para petani memotong berbagai
jenis daun dari pohon lokal dan memberi makan. Daun-daun lokal tersebut dengan
istilah lokal (Teluma, Ramah, Kerewak,
bao dll). Di wilayah pegunungan kambing jarang minum air, karena selalu
kekurangan air. Saat musim hujan selalu
dibuat sebuah pondok khusus kambing, agar mereka terlindung dari hujan. Tapi
kalau musim kemarau biasaya dibawa pohon sudah cukup terlindung. Jika rumput disekitar terlihat bagus dan dapat
dimakan oleh kambing, maka kadang kambing tersebut diikat di rumput-rumput
tersebut. Tapi tidak semua kambing diperlakukan begitu, jika kambing yang
jantan besar akan diperlakukan secara khusus selalu mendapat perhatian lebih,
karena memiliki nilai social yang tinggi, sekaligus harga juga mahal.
Nilai Sosial dan
Pengetahuan Lokal:
1. Daging kambing Lokal
sangat padat.
2. Karena pakannya selalu
daun-daun mentah, maka sangat berpengaruh pada dagingnya juga bagus, padat dan
gurih.
3. Produksi kambing di pulau
ini selain untuk daging tapi memiliki nilai social yang sangat tinggi. Kambing
Jantan yang besar selalu dipelihara sampai tanduknya tumbuh panjang dan besar.
Semakin Panjang tanduknya harga semakin mahal, dan memiliki gengsi social lebih
tinggi.
4. Kambing Jantan besar
dengan tanduknya yang panjang biasanya digunakan untuk urusan-urusan adat
perkawinan, karena kambing jantan dengan tanduk panjang selalu padanan dengan
gading dalam urusan-urusan adat perkawinan, dan untuk urusan-urusan social
lainya.
5. Pemeliharaan kambing di
Pulau Adonara menjadi sebuah hal yang unik, karena dalam proses pemeliharaan
tidak hanya membesarkan tubuhnya, namun berjuang membuat tanduk semakin
panjang. Karena semakin panjang tanduknya dan tubuhnya besar, maka nilai social
semakin bermartabat dalam pandangan adat setempat.
6. Di pulau Adonara, seekor
kambing meskipun besar tubuhnya, namun jika tanduknya pendek atau kecil, maka
nilai sosialnya rendah. Ini sebuah keunikan di pulau adonara. Karena kambing
besar dengan tanduk besar padanan dengan gading besar yang pakai untuk mas
kawin. Di Adonara dan wilayah lamaholot mas kawinya adalah gading gajah, padahal
masyarakat tidak pernah memelihara gajah, tradisi ini sebuah keunikan yang tak
terbantakan di dunia.
Ayam:
Ayam kampung di wilayah ini juga mendapat perhatian sejak
zaman dulu. Cara memelihara ayam kampong juga tradsional: biasanya di Pondok di
kebun selain digunakan untuk tempat berteduh para petani, tapi juga digunakan
untuk memelihara ayam kampong. Ayam dilepas begtu saja, tapi pagi dan sore
diberi makan agar tidak terlalu liar. Pakan:
biasanya jagung yang buahnya kecil disimpan secara khusus untuk memberi makan
pada ayam. Biji Jagung dilepaskan dari
tongkolnya dan dihamburkan pada halaman pondok agar dimakan ayam. Jika ayam
yang baru menetas maka jagung tersebut dititi (dihancurkan dengan batu) sampai pecah kecil-kecil dan memberi makan
pada anak ayam. Ketika pagi sudah diberi makan lalu ayam-ayam tersebut mencari
pakan tambahan dalam kebun dengan mencakar tanah atau pada batang-batang kayu
yang sudah lapuk biasya banyak binatang kecil dapt menjadi mangsanya, dan atau
sisa pakan lain pada tanah dan kayu. Ayam yang baru menetas ini pada sore hari dimasukan dalam sebuah wadah (stilah
lokal sodon atau kubu), dan pagi hari
dikeluarkan diberi makan dan dilepas. Biasaya dipondok itu ada pohon yang
disiapkan untuk ayam bertengger pada malam hari. Biasanya disiapkan wadah (istilah
lokalnya: kawak) sebagai tempat
bertelurnya, mengeram dan menetas secara alami. Selain memelihara ayam kampong
di kebun, namun ada juga memelihara di kampung, caranya sama.
Nilai social dan Pengetahuan
Lokal:
1. Daging ayam kampong sangat
padat dan enak dibandingkan dengan ayam potong. Karena pakannya adalah
bahan-bahan keras dan mentah yang tidak terkontaminasi oleh zat kimia apapun.
2. Cara hidup ayam-ayam ini
sangat alami, proses bertelur, mengeram, menetas dan cara hidupnya sangat
alami. Tidak tergantung pada kemampuan teknologi canggih untuk membantu
menetas, dan menghidupan dirinya.
3. Nilai protein pada telur
ayam kampong jauh lebih tinggi daripada telur ayam-ayam lainnya.
4. Seorang tamu yang datang
dan dihidangkan daging ayam kampong terasa memiliki nilai social yang tinggi,
dan sangat menghormati tamu tersebut, meskipun nilai kambing dan babi jauh
lebih tinggi, tapi karena ayam jauh lebih praktis untuk menjamu pada seorang
tamu. Cara masakpun sederhana cukup
direbus, di bakar, dan digoreng. Kadang daging ayam dicampur dengan
rempah-rempah lokal dan masukan dalam bambu yang baru dipotong (kulit bambu
yang masih hijau) dan dipanggang pada api. Maka proses masak dan panggangnya
tidak bersentuhan dengan api. Rasanya sangat guri dan lezat.
II. MASALAH
Sistem pertanian dan ternak secara tradisional dirasakan sangat bagus dan
alami, namun saat ini mulai mengalami penurunan, karena banyak cara pertanian dan peternakan yang digulirkan
oleh pemerintah yang selalu menambah problem pada petani dan peternak, karena
hasil produksi baik di pertanian maupun perternakan selalu mengandung zat-zat
kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan merugikan masyarakat.
Banyak bibit pertanian dan peternakan yang tidak tahan lama, dan mengandung zat
kimia, terutama pada pengolahan tanah dengan racun-racun rumput seperti
gramason dan roundup sungguh sangat member racun yang berbahaya dan merusakan
tanah dan tanah menjadi kurus dan keras.
Ayam potong, Ayam ras dan babi yang
dikirim dari dari luar cukup bermasalah pada dagingnya dan pakannya,
citaranyapun sangat tidak bagus. Tak dapat dipungkiri kandungan zat kimia dalam
dagingnya dapat merugikan kesehatan tubuh manusia.
III. TUJUAN
Tujuan Kegiatan Sistem Petanian dan
Peternakan Tradisonal ini adalah:
- Menginditifikasi kembali nilai kearifan lokal yang mulai terasa pudar
- Mempertahankan nilai dan atau kearifan lokal yang telah lama dipraktekan oleh masyarakat sejak nenek -moyang dalam pertanian dan peternakan. Mungkin dapat dimodifikasi adalah pada ruang dan tempatnya, tapi pola dan unsurenya mesti aseli.
- Mengembalikan Nilai dan atau kearifan lokal yang mulai terasa pudar, meskipun masih tampak dikerjakan oleh sebagian masyarakat.
- Memberi pemahaman pada pemerintah, dan masyarakat public bahwa system pertanian dan peternakan yang bebas dari unsure-unsure kimia adalah merupakan sebuah bentuk kearifan lokal yang mesti dijaga, maka jagan dirusakan dengan program-program pemerintah di bidang pertanian dan pertenakan yang selalu dibarengai dengan unsure-unsure kimia yang berbahaya bagi kesehatan
- Mengembalikan dan bebaskan tanah dari perusakan akibat racun dan berbagai zat kimia yang dibeli dari took pertanian, supalai dari pemerintah, dll.
- Memelihara dan merawat tanah, karena tanah adalah rahim bumi yang mesti tidak boleh diracuni, agar rahim itu dapat memelihara bibit yang ditanam dan memberi hasil yang baik dan berguna bagi manusia, untuk kesehatan bagi manusia yang mengkonsumsinya. Karena salah satu index kesejahteraan masyarakat juga adalah kesehatan
- Melakukan berbagai kegiatan dan konsolidasi antara masyarakat dan pemerintah agar kemudian bisa mendapat kebijakan public kuat dari pengambil keputusan untuk mempertahankan system pertanian dan peternakan yang bebas zat kimia ini.
- Kedepan dapat dibuat sebuah lokasi petanian dan pertenakan secara terpadu agar mejadi sebuah laboratorium pembelajaran bagi masyarakat umum, pemerintah, dan para peneliti, dan para pihak, untuk pengembangan pertanian dan peternakan
- Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga keagamaan untuk mengkampanyekan system pertanian dan peternakan tradisional ini.
VIII.
PENUTUP
Semoga mendapat perhatian yang serius
dari pemerintah dan semua saja
yang berkendak baik untuk membangun kesejahteraan masyarakat melalui pertanian
dan peternakan ra tradisional ini. Negara Indonesia adalah Negara agraris, maka
perhatian kita pada bidang pertanian dan pertenakan merupakan sebuah kewajiban
setiap anak bangsa, demi kemartabatan segenap masyarakat dan bangsa. Apabila pemerintah dan masyarakat gagal
menghadirkan kedaulatan pangan di negeri burung garuda yang adalah agraris ini,
dan sekaligus masih doyan mengimpor bahan pangan dari luar negeri adalah sebuah
pelecehan terbesar bagi martabat para petani Indonesia. Pro Bono Publiccum.
TanahLamaholot, Januari 2014
Tim:
A.Sebastian Ola,
Servas Suban Ladoangin,
Pater Y.M. Berchemanz,CSsR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar